Selasa, 25 Agustus 2009

Mendengar SUARA ANAK

Menghargai pendapat anak dan melibatkan anak dalam pengambilan keputusan hingga sekarang masih belum menjadi kebiasaan umum masyarakat Indonesia. Pendapat anak, acap kali terabaikan, lantaran anak dianggap tidak memiliki pengalaman. Artinya, dengan bertambahnya umur, orang dewasalah yang dianggap paling mengerti tentang berbagai hal. Ironisnya, pada beberapa kasus, hal ini tidak hanya terjadi di lingkungan masyarakat umum. tapi juga pada Lembaga Swadaya Masyarakat yang mengurusi persoalan anak. Ego orang dewasa dan kurangnya pemahaman psikologi anak sering kali menjadi penyebabnya.

Agar program pendidikan bagi anak yang diterapkan oleh LSM tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan, hal penting yang harus dilakukan oleh orang orang dewasa dan fasilitator adalah mendengar dan menghargai sudut pandang anak anak. Dengan tujuan memahami lebih jauh masalah anak dan penanggulangannya, Terre des Hommes Germany mengadakan pelatihan partisipasi anak, bagi lembaga-lembaga swadaya masyarakat mitra kerja TDH di Indonesia yang mengurusi persoalan anak. Selama lima hari, dari tanggal 11 Mei sampai dengan 16 Mei 2009 di Medan, pelatihan partisipasi anak ini diadakan. Program utamanya adalah memberi pemahaman pada fasilitator anak dalam prinsip-prinsip dasar partisipasi anak, langkah-langkah integrasi dalam program/hingga memilih metode dan proses memfasilitasi partisipasi anak.

Menjadi fasilitator anak yang baik, tidaklah mudah. Seorang fasilitator anak harus terlebih dahulu memahami anak anak. Caranya, dengan simulasi menjadi anak-anak. Maka, berbagai permainan pun digelar dalam pelatihan ini. Pada hari pertama dan kedua, peserta pelatihan diberi makalah mengenai wawasan prinsip dasar partisipasi anak, pentingnya mengintegrasikannya ke dalam program, dan refleksi terhadap praktek partisipasi yang telah dilakukan lembaga para peserta pelatihan. Memfasilitasi kegiatan anak dalam program harus dilakukan dengan cermat dan hati hati. Salah satunya, diperlukan pemilihan metode dan kemampuan komunikasi yang tepat. Para peserta pelatihan juga dibekali dengan kemampuan ini pada hari ketiga dan keempat pelatihan. Pemahaman prinsip partisipasi anak, bukan sekadar pembahasan di atas kertas. Pelaksanaannya mencakup kegiatan teknis lapangan. Karenanya, dalam pelatihan ini, dua puluh peserta yang berasal dari sepuluh mitra kerja TDH-Germany di Indonesia mempraktekkan kegiatan memfasilitasi proses partisipasi anak di lapangan.

Kegiatan praktek ini dibagi ke dalam tiga kelompok. Yang pertama, pada Taman Bacaan Mekkar, desa Dalu sepuluh B, kabupaten Deli Serdang. Kedua, memfasilitasi anak-anak Tim fasilitator Remaja Medan (Tamfaran) binaan KKSP Medan, dan ketiga di Rumah Musik KKSP yang menangani anak-anak jalanan. Dalam praktek lapangan, para peserta pelatihan belajar menerapkan prinsip-prinsip partispasi anak yang telah mereka dapatkan selama pelatihan.

Sebagai bekal untuk dibawa pulang, para peserta bertekad menularkan wawasan tersebut di lembaganya. Diharapkan nantinya, prinsip partisipasi anak ini menjadi sebuah acuan dalam menyusun program dan kegiatan.

Lima hari pelatihan tentu bukan waktu yang cukup untuk mengadakan perubahan. Perubahan tetaplah sebuah proses yang memakan waktu. Hambatan dan rintangan akan selalu ada. Namun impian terwujudnya situasi yang menghargai pendapat anak bukanlah sekedar impian. Sebagai langkah awal, dengarkan lah pendapat anak dan hargai mereka layaknya orang dewasa.

Produksi film ini cukup lama, memakan waktu lebih kurang 3 bulan. Dikarena film tersebut menggunakan sub tittle English. Film ini dibuat untuk menjadi contoh bagaimana membuat pelatihan untuk kalangan Ngo. Yang terlibat di dalam pembuatan film ini ada beberapa lembaga/Ngo di Sumatera & Jawa yang bernaung di TdH-Germany. Durasi 34 menit/produksi 2009


Tidak ada komentar: