Sabtu, 21 November 2009

ALAMKU MALANG, HIDUP MELAYANG

Director/Script Writer : ANDI P. HUTAGALUNG

Video competition WWF “I Do Better for Earth” 2009

(kampanye konservasi alam oleh WWF-Indonesia)

Durasi : 30 detik

Produksi Tahun 2009


Sinopsis:

Kian hari kondisi bumi ini semakin memprihatinkan. Tapi bukan berarti tidak ada harapan untuk masa depan bumi, kita, dan generasi mendatang. Indonesia adalah bumi pertiwi yang indah, tetapi itusemua tak akan bertahan lama lagi, hutan sudah habis dan sungaipun mulai mengering. Semua itu di akibatkan oleh orang-orang yang serakah dan haus akan kekuasaan tak memikirkan masa depan generasi yang akan datang, jangan samapi petaka itu yang membuat kita menjadi sadar atau generasi yang akan datang tak akan bisa lagi bermain di bumi pertiwi yang indah ini. Selamatkan bumi untuk masa depan yang indah. Video bisa diklik http://www.youtube.com/watch?v=hCqCJBUPRps

KORBAN, BERKORBAN DAN MENGORBANKAN

Climate Change Myth Buster Competition 2009

Producer : ANDI P. HUTAGALUNG

Director/script writer : WENDY DERMAWAN

Durasi : 1.30 Menit

Produksi Tahun 2009

Sinopsis:

Kita semua mengerti dan paham akan kata Korban. Tetapi arti dari kata tersebut akan mengandung makna yang berbeda ketika ada penambahan imbuhan-imbuhan. Di dalam video yang berdurasi kurang lebih satu menit ini kami mencoba untuk menjabarkannya lewat sebuah tampilan dari gabungan foto-foto dokumentasi dan cuplikan-cuplikan singkat tentang makna dari isu yang saat ini sedang naik daun “global warming”. Di dalam video ini juga lebih difokuskan kepada daerah Sumatera Utara, umumnya Indonesia. Mengapa?


Indonesia adalah Negara yang memiliki salah satu hutan terluas sehingga Indonesia dapat di kategorikan sebagai paru-paru dunia. Akan tetapi, kenyataan yang terjadi sangat menyedihkan, di mana kasus illegal loging masih terjadi dengan indahnya, polusi udara yang disebabkan asap kendaraan bermotor menjadi pemandangan sehari-hari masyarakatnya. Sehingga mimpi dan cita-cita tentang “Stop Global Warming” dsb. hanya menjadi alat bagi segelintir orang yang akhirnya terkesan memiliki kepentingan terselubung.


Peran pemerintah dalam hal ini hanya menjadi agenda tahunan diatas kertas. Bahkan yang memiliki peran penting dalam hal ini adalah kita sendiri sebagai masyarakat. Kesadaran yang merupakan kunci pokok hanyalah angan-angan belaka, bagaimana tidak? Di balik santernya pembicaraan tentang kesadaran dan kesadaran akan dampak dari pemanasan global yang nantinya akan memberi dampak yang sangat mengerikan di dunia ini masih dipandang sebelah mata. Contohnya, kita semua tahu penebangan hutan baik itu legal ataupun illegal, penyebaran produk-produk kendaraan bermotor baik itu yang ramah lingkungan maupun tidak masih tetap ditawarkan kepada masyarakat, yang lebih menyedihkan lagi, hanya dengan bermodalkan KTP (Kartu Tanda Penduduk) para pengusaha yang bergerak di bidang “PEMBELAJARAN UTANG SEJAK DINI” memberikan keleluasaan untuk berkredit kendaraan bermotor kepada masyarakat. Dan sampah? Lebih baik tidak usah kita bahas (lihat saja sendiri kenyataannya).


Hal-hal inilah yang membiaskan makna dari GLOBAL WARMING tersebut, dan akhirnya keputusasaanlah yang akan kita pertaruhkan. Korban, berkorban dan mengorbankan adalah sesuatu yang lumrah dalam tatanan kehidupan masyarakat Indonesia khususnya Sumatera Utara. Kepentingan-kepentingan para investor, pengembang, pengusaha, pemerintah tidak sedikit yang mengorbankan kepentingan rakyatnya. Mimpi-mimpi yang ditawarkan kepada masyarakat oleh pihak-pihak tersebut di atas menjadikan masarakat rela untuk berkorban demi mimpi indah yang semu tersebut.


Akhirnya timbul sebuah pertanyaan besar, mengapa hal ini dapat terjadi? Jawabannya adalah KESEJAHTERAAN yang diinginkan oleh banyak pihak baik itu pengusaha, pengembang, pemerintah bahkan masyarakat itu sendiri menjadikan kita lebih cenderung mengambil jalan pintas dengan mengorbankan, berkorban ataupun menjadi korban dari itu semua.


Apakah isu tentang Gobal Warming ini harus kita selesaikan dengan cara menunggu KIAMAT? Atau kita akan sadar ketika UANG sudah tidak lagi menjadi alat tukar karena pepohonan dan logam-logam yang menjadi bahan dasarnya sudah habis terkuras?

GARIS PUTUS-PUTUS

Director/Script writer : ANDI P. HUTAGALUNG

Competition Motion Picture Arts HELLOFEST 6

Durasi : 06.17 menit

Produksi Tahun 2009

Sinopsis:

Kisah kehidupan pemuda bernama Bogar (Wendy) dalam menghadapi pikiran buntu, masalah itu membuat dirinya menjadi bingung. Kebingungan itu membuat dirinya harus tetap semangat dan bergerak, tetapi dia hanya bisa bergerak ketempat teman akrabnya bernama Udin (Kanda) yang kerjanya hanya bermain game. Pertemuan mereka berdua menghasilkan diskusi yang cukup alot, Bogar sempat mengucapkan jalan pintas “mabuk” untuk menghilangkan kebuntuan di dalam pikirannya, tetapi itu semua terpecahkan oleh semangat pertemanan, semangat hidup yang kuat dan buah yang dimakanya dari pemberian temanya tersebut.

Present :

cast WENDY sbg BOGAR, KANDA sbg UDIN, producer REZA TAMBUN,

director/script writer ANDI P. HUTAGALUNG, dop ERIC MURDIANTO

cameraman ANDI P. HUTAGALUNG, lighting REZA TAMBUN, audioman

YOUNG BAO, soundman BOBBY UMROH, TAMA narattor REZA TAMBUN, editor ERIC MURDIANTO,

backsound "MENANTANG MATAHARI"(SPR), ERIC, GALUNK, cast failed TAMA, KUNCORO (BOGAR).

Selasa, 25 Agustus 2009

GAMPONG ANEUK

Konflik bersenjata dan bencana tsunami yang memporakporandakan Aceh telah berlalu. Di Bumi Teuku Umar ini, jutaan anak pernah menjadi korban. Tawa ceria yang pernah terampas dan ketakutan berkarat, pupus sudah. Kegiatan Gampong Aneuk memberi harapan baru. Jauh hari, ketika dengungnya telah terdengar, mengukir kembali keceriaan itu.

Diinisiasi oleh YAYASAN KKSP – Pusat Pendidikan dan Informasi Hak Anak, bekerja sama dengan Terre des Hommes GERMANY. Gampong Aneuk ini, menjadi tempat anak-anak bermain, berkreativitas, berpartispasi secara penuh dan menyampaikan aspirasinya. Besarnya MANFAAT pelaksanaan Gampong Aneuk, menjadi alasan Terre des Hommes, mendukung penuh pelaksanaannya. Di sinilah, kini anak-anak yang berasal dari pelajar dan anak jalanan di wilayah Aceh dan Sumatera Utara berada, di daerah danau buatan Geunang Geudong, Desa Putim, Kecamatan Kaway XVI, Kabupaten Aceh Barat.

Langit biru Aceh menaungi hamparan luas tanah lapang berbukit. Puluhan tenda telah selesai berdiri, siap untuk dihuni, lima (enam) ratusan anak, yang akan menjadi peserta kegiatan anak ini. Jauh dari riuh rendah kebisingan kota, setenang Danau Geunang Geudong di sebelah selatannya. Satu persatu, rombongan peserta yang berasal dari berbagai daerah di Nanggroe Aceh Darusalam (NAD) dan Sumatera Utara datang, dengan senyum penuh harap, menyambut keceriaan yang akan mereka peroleh selama 4 hari kegiatan. 12 hingga 5 Januari 2009.

Anak sebagai bagian dari keluarga dan masyarakat, sering sekali terabaikan hak-haknya, Selain dianggap tidak punya hak suara, anak juga sering dianggap tak punya hak bicara, kebenaran yang ada di masyarakat adalah kebenaran orang-orang dewasa.Tetapi tidak di kampung anak! Setiap anak punya hak untuk menyampaikan aspirasinya.

Seperti pada hari pertama acara pembukaan Gampong Aneuk, yang dihadiri Menteri Negara Peberdayaan Perempuan Republik Indonesia, Meutia Hatta Swasono, empat puluhan anak, menyampaikan persoalan sehari-harinya kepada menteri. Bukan hanya itu saja, pemilihan perangkat desapun dilakukan oleh anak. Anak-anak yang terbagi ke dalam tujuh dusun, diberi haknya untuk menentukan pilihan, siapa yang akan wakilnya di pemerintahan Gampong Aneuk.

Hingga akhirnya, terpilihlah Arma Yulisa sebagai Kepala Desa atau Geuchik Gampong Aneuk 2009, Siswa SMU Negeri 1 Meoulaboh ini terpilih lewat musyawarah mufakat kepala-kepala dusun anak di Gampong Aneuk.

Selain dilatih untuk bersikap kritis dan berani menyampaikan gagasan, anak-anak di Gampong Aneuk juga dilatih menjadi pribadi yang mandiri. Tidak menjadi rapuh, cepat menyerah, atau menggantungkan diri kepada orang lain. Tetapi berupaya beradaptasi dan bekerjasama dengan teman-teman baru dari berbagai daerah. Bekerja sama dan bersahabat. membuat permasalahan terasa ringan, Sulitnya mendapatkan air, sanitasi yang tidak kondusif, antri selama bermenit-menit untuk sekadar mandi, tidur di dalam tenda di lapangan terbuka, dan teriknya matahari Meoulaboh tak jadi masalah. Semuanya terbalut sempurnan, dalam keceriaan khas anak-anak. Bermain bersama, menikmati banyak kesempatan yang telah terlewatkan, yang terenggut sistem dan keadaan.

Dua hari sudah kegiatan berlangsung, tidak ada wajah bosan menghiasi wajah peserta. Kegembiraan demi kegembiraan terus tumpah, Geunang Geudong dipenuhi tawa lepas anak-anak. Teriak gembira saat meluncur di arena out bond, senyum puas ketika kreativitas tarian mereka disambut tepuk tangan kawan-kawannya. Sebuah penghargaan yang terkadang jarang mereka dapatkan dari lingkungan sekitarnya.

Berlarian di bukit menunggu kesempatan menjelajahi keluasan Danau buatan Geunang Geudong/ meluncur di atas permukaan airnya dengan speedboat. Itulah anak-anak, hal-hal sederhana sekalipun dapat membuat bahagia. Pengalaman-pengalaman baru mewujud kenangan tidak akan terlupakan seumur hidupnya. Selain memberikan hak anak untuk bermain, kesempatan anak mengembangkan diri sesuai dengan bakat dan talentanya juga tak terlewatkan. Tak ada paksaan, setiap anak bebas menentukan apa yang ingin ia lakukan.

Berbagai kegiatan pengembangan bakatpun digelar, Seperti workshop musik dan workshop melukis. Di kegiatan ini setiap warna dan goresannya mewakili pikiran anak. Setiap bait lagu yang terucap, setiap irama yang tercipta, semuanya adalah wujud pribadi anak. Tak ada anak tanpa bakat, tak ada anak yang tercipta sia-sia. Setiap mereka punya tugas untuk masa depan bangsa. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya. Demi menumbuhkan semangat kebangsaan, anak-anak tak lupa diperkenalkan kepada ketokohan Teuku Umar lewat tour situs bersejarah ke Makam pahlawan nasional ini.

Gampong Aneuk hampir usai. Sebuah pawai yang manis menutup kebersamaan mereka kali ini. Dari kantor bupati Aceh Barat, Longmarch dimulai melewati Jalan Gajah Mada, kemudian berbelok ke Jalan Manekro, Jalan Swadaya dan kembali ke Jalan Gajah Mada. Mereka menyebutnya pawai perlindungan anak. Berbagai poster perlindungan anak dan hak-hak anak didemonstrasikan, dengan harapan, sebuah kesadaran tentang hak-hak anak tertanam di masyarakat Aceh Barat.

Tak terasa empat hari sudah anak-anak menjalin kebersamaan. Tak ada perbedaan yang membatasi persahabatan, pelajar, anak jalanan, berapapun usianya, mereka kini adalah teman.

Gampong Aneuk yang baru pertama kali diadakan ini, semoga membawa angin segar bagi pemenuhan hak-hak anak di di Indonesia. Bagaimanapun juga, suksesnya acara kali ini tidaklah akan bermakna tanpa sebuah tindak lanjut dan tindakan yang nyata. Di masa mendatang, berbagai pembenahan pun perlu dilakukan. Kerjasama pemerintahan lokal dan instansi terkait juga perlu ditingkatkan. Tentunya demi tercapainya sebuah cita-cita, masa depan yang lebih baik bagi anak-anak di Indonesia.

Produksi film ini berlokasi di Geunang Geudong, Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Nanggroe Aceh Darussalam. Film ini menggunakan sub tittle English. Durasi 31 menit / produksi 2009.

Mendengar SUARA ANAK

Menghargai pendapat anak dan melibatkan anak dalam pengambilan keputusan hingga sekarang masih belum menjadi kebiasaan umum masyarakat Indonesia. Pendapat anak, acap kali terabaikan, lantaran anak dianggap tidak memiliki pengalaman. Artinya, dengan bertambahnya umur, orang dewasalah yang dianggap paling mengerti tentang berbagai hal. Ironisnya, pada beberapa kasus, hal ini tidak hanya terjadi di lingkungan masyarakat umum. tapi juga pada Lembaga Swadaya Masyarakat yang mengurusi persoalan anak. Ego orang dewasa dan kurangnya pemahaman psikologi anak sering kali menjadi penyebabnya.

Agar program pendidikan bagi anak yang diterapkan oleh LSM tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan, hal penting yang harus dilakukan oleh orang orang dewasa dan fasilitator adalah mendengar dan menghargai sudut pandang anak anak. Dengan tujuan memahami lebih jauh masalah anak dan penanggulangannya, Terre des Hommes Germany mengadakan pelatihan partisipasi anak, bagi lembaga-lembaga swadaya masyarakat mitra kerja TDH di Indonesia yang mengurusi persoalan anak. Selama lima hari, dari tanggal 11 Mei sampai dengan 16 Mei 2009 di Medan, pelatihan partisipasi anak ini diadakan. Program utamanya adalah memberi pemahaman pada fasilitator anak dalam prinsip-prinsip dasar partisipasi anak, langkah-langkah integrasi dalam program/hingga memilih metode dan proses memfasilitasi partisipasi anak.

Menjadi fasilitator anak yang baik, tidaklah mudah. Seorang fasilitator anak harus terlebih dahulu memahami anak anak. Caranya, dengan simulasi menjadi anak-anak. Maka, berbagai permainan pun digelar dalam pelatihan ini. Pada hari pertama dan kedua, peserta pelatihan diberi makalah mengenai wawasan prinsip dasar partisipasi anak, pentingnya mengintegrasikannya ke dalam program, dan refleksi terhadap praktek partisipasi yang telah dilakukan lembaga para peserta pelatihan. Memfasilitasi kegiatan anak dalam program harus dilakukan dengan cermat dan hati hati. Salah satunya, diperlukan pemilihan metode dan kemampuan komunikasi yang tepat. Para peserta pelatihan juga dibekali dengan kemampuan ini pada hari ketiga dan keempat pelatihan. Pemahaman prinsip partisipasi anak, bukan sekadar pembahasan di atas kertas. Pelaksanaannya mencakup kegiatan teknis lapangan. Karenanya, dalam pelatihan ini, dua puluh peserta yang berasal dari sepuluh mitra kerja TDH-Germany di Indonesia mempraktekkan kegiatan memfasilitasi proses partisipasi anak di lapangan.

Kegiatan praktek ini dibagi ke dalam tiga kelompok. Yang pertama, pada Taman Bacaan Mekkar, desa Dalu sepuluh B, kabupaten Deli Serdang. Kedua, memfasilitasi anak-anak Tim fasilitator Remaja Medan (Tamfaran) binaan KKSP Medan, dan ketiga di Rumah Musik KKSP yang menangani anak-anak jalanan. Dalam praktek lapangan, para peserta pelatihan belajar menerapkan prinsip-prinsip partispasi anak yang telah mereka dapatkan selama pelatihan.

Sebagai bekal untuk dibawa pulang, para peserta bertekad menularkan wawasan tersebut di lembaganya. Diharapkan nantinya, prinsip partisipasi anak ini menjadi sebuah acuan dalam menyusun program dan kegiatan.

Lima hari pelatihan tentu bukan waktu yang cukup untuk mengadakan perubahan. Perubahan tetaplah sebuah proses yang memakan waktu. Hambatan dan rintangan akan selalu ada. Namun impian terwujudnya situasi yang menghargai pendapat anak bukanlah sekedar impian. Sebagai langkah awal, dengarkan lah pendapat anak dan hargai mereka layaknya orang dewasa.

Produksi film ini cukup lama, memakan waktu lebih kurang 3 bulan. Dikarena film tersebut menggunakan sub tittle English. Film ini dibuat untuk menjadi contoh bagaimana membuat pelatihan untuk kalangan Ngo. Yang terlibat di dalam pembuatan film ini ada beberapa lembaga/Ngo di Sumatera & Jawa yang bernaung di TdH-Germany. Durasi 34 menit/produksi 2009


VESPA Lovers

Proses produksi 2 hari mengambil lokasi Perumahan Johor (Rumah Eric), Bengkel Vespa Jalan Rajawali & Flyover Brayan. Video pre wedding ini menceritakan proses perkenalan Eric & Fitri sampai kepelaminan pada tanggal 12 Juli 2009. Yang dikerjakan oleh beberapa crew video & crew photography. Durasi 10 menit/produksi 2009

Vespa Lovers cut 1 http://www.youtube.com/watch?v=6DJifcPls0Y
Vespa Lovers cut 2 http://www.youtube.com/watch?v=8YwlqQ_ryU0


Jumat, 21 Agustus 2009

BANK INDONESIA MEDAN

Yang TAK TERLUPAKAN

Hari itu, 27 Juli 2006. Hari yang cukup mendebarkan bagi Romeo dan seluruh staff Kantor Bank Indonesia (KBI) Medan. Itulah hari pertama Romeo Rissal menjejakkan kaki dengan tugas besar yang diemban dipundaknya. Menjadi pimpinan baru Kantor Bank Indonesia Medan. Inilah sepenggal kisah-kisah manis yang pernah terajut di sana, di gedung putih KBI Medan, Ada senyum tulus dan tawa sumringah lepas para karyawan.

Kisah penuh makna antara pimpinan dan seluruh karyawan. Kisah yang tidak dengan mudah dapat dilupakan. Mereka memanggilnya Bang Roy. Dikenal sebagai pemimpin yang sangat bersahabat, tindakan-tindakannya sebagai pemimpin terkadang tak popular. Tetapi itulah Romeo. Tujuannya hanya ingin menciptakan lingkungan kerja yang menyenangkan. Berbagai pembenahan pun kemudian dilakuan di KBI Medan.

Sebut saja suasana kerja yang lebih ramah dan bersahabat. Akibatnya kinerja karyawan terus meningkat. Berbagai kebisaan baik lainnya pun dibudayakan. Olah raga wajib bagi seluruh karyawan, sebuah contoh yang lamat-lamat menjadi sebuah budaya yang berdampak signifikan bagi institusi.

Kebijakan tak populer lainnya adalah pengadaan rumah bagi pegawai rendah. Sebuah kejutan besar yang membuat para pegawai rendah KBI bernafas lega. Dan kini, tiga tahun sudah berlalu sejak momen 27 Juli itu berlangsung, Saatnya untuk menutup kisah ini untuk kembali menjalin kisah baru. Tiga tahun penuh kenangan. Tiga tahun yang tidak terlupakan.

Seperti halnya Yuswir, para staff berharap, Romeo Rissal tetap menjadi Bang Roy yang ia kenal.

Narasumber:

Romeo Rissal : Pimpinan Bank Indonesia Medan

Yuswir Yusuf : Satpam BKS

Imam S : Staff bagian pembayaran

Rutmawita : Staff bagian SDM

Durasi 10 menit/produksi 2009


MENARA GADING UNTUK RAKYAT

Rekam jejak gedung putih ini sudah teramat panjang. Bertahun-tahun lalu ia pernah dikenal sebagai menara gading. Hingga akhirnya, di suatu masa, ia menjadi demikian berwarna, demikian dekat dengan masyarakat. Sentuhan itu datang dari atas, dari seorang pemimpin yang tak biasa. Romeo Rissal.


Tiga tahun lalu, Juli 2006, Bank Indonesia Medan memang banyak melakukan perubahan di bidang perbankan. Salah satunya adalah perbankan syariah. Bagi Bank Indonesia Medan waktu itu, memajukan perbankan syariah merupakan tantangan besar, Menjejakkan kaki di sebuah ranah yang baru, tentulah sangat sulit. Perbankan syariah yang masih belum popular, terasa seperti pil pahit yang harus ditelan.


Kesan kaku di tubuh Bank Indonesia juga tidak lagi terasa, Sikap seorang pemimpin yang tak suka dengan formalitaslah yang membuang kesan kaku tersebut. Sektor UKM yang selama ini dipandang sebelah mata pun, menjadi catatan sukses Bank Indonesia Medan. Itu tentunya juga tidak terlepas dari peran seorang pemimpin. Seorang pemimpin, yang selalu mendorong pertumbuhan perekonomian, dan dunia perbankan Sumut. Inilah saat-saat paling berkesan bagi 30 tahun sejarah kerja Romeo di dunia perbankan. Keindahan demi keindahan dan makna demi makna. Dan kini, ketika pertemuan harus bertaut dengan perpisahan, kerja-kerja yang belum selesai, meminta untuk dilanjutkan.


Selamat melanjutkan perjalanan Pak Romeo, teruslah berkarya. Sebuah pola telah diukir, untuk selanjutnya dilukis dan diberi warna.

Narasumber:
Romeo Rissal : Pemimpin Bank Indonesia Medan

Ishak Salman : pimpinan BTN Syariah Medan

Sofyan Tan : Penggiat UKM Sumut

Jhon Tafbu Ritonga : Akademisi dan pengamat ekonomi

Bensihar Lubis : Pimpinan Redaksi Medan Bisnis

Durasi 12 menit/produksi 2009
Cut 1 klik video http://www.youtube.com/watch?v=-B7eGt-43Ms
Cut 2 klik video http://www.youtube.com/watch?v=S7-IgaGqwRQ

Kamis, 11 Juni 2009

ULOS BATAK

Jari-jari lentik lincah menyusur benang aneka warna. Seirama tak tuk bunyi gedokan, satu persatu benang tersimpul dalam sebuah ikatan harmoni, membias warna artistic. Gelora cinta bangsa adalah musiknya membawa tarian hingga ke puncaknya. Inilah tarian jemari penenun ulos, karya adiluhung simbol kehidupan masyarakat batak.

Kabupaten Tapanuli Utara yang berpenduduk 398.000 jiwa, adalah salah satu penghasil ulos terbesar di Sumatera Utara. Tarutung, yang dikenal sebagai kota tenun merupakan ibukota kabupaten. Jaraknya lebih kurang 283 kilometer dari kota Medan. Lebih dari tiga ribu penduduknya, adalah penenun ulos dan songket Tarutung. Pasalnya, ulos memang bukan sekadar warisan budaya. Menenun ulos membutuhkan keahlian, yang diwariskan turun-temurun.

Keahlian ini diwariskan pada remaja perempuan, saat menginjak masa akil baliqnya. Mereka hidup, menggantungkan harapan pada jumlah ulos yang mereka tenun setiap bulannya. Sebagai industri kerajinan tangan, ulos terus berjaya memenuhi kebutuhan hidup para pengrajinnya, walaupun mengalami masa pasang surut. Ada masa-masa ketika situasi menjadi rumit, saat produksi terus berjalan, sementara permintaan semakin sedikit, maka ulos hanyalah sebuah keniscayaan. Para penenun mulai menjerit, Tekanan bukan hanya datang dari kebutuhan hidup sehari-hari. Harga jual tidak terkendali, hasil produksi terkesan asal-asalan, sementara para penampung ulos memberi harga semaunya dan tidak ada patokan harga.

Untuk mempertahankan posisi tawar, perlu dilakukan sebuah inovasi. Kuncinya adalah meningkatkan kualitas penenun local, dan melahirkan generasi kedua, ulos sebagai produk fashion. Ulos di ruang publik, bukan milik upacara adat saja. Kini industri kerajinan tangan ulos kembali bergairah. Meski sempat lesu dan tidak menjanjikan, ratusan penenun binaan Torang kian optimis. Produk masa lalu ini mengambil peran dalam menopang kekinian.

Ulos dan produk budaya lainnya perlu ruang. Mereka adalah identitas daerah, warna lokal yang bila dikemas dengan bijak dapat menjadi daya tarik khas Sumatera Utara.

Mimpi kejayaan ulos memberi sinar di pelupuk mata Kabupaten Tapanuli Utara. Menenun harapan, membingkai tawa seindah benang-benang warna pelangi, mendesain aman kearifan budaya Sumatera Utara dari momok bernama kepunahan.

Director Andi Hutagalung Reporter Eka Rehulin Cameraman Andi Hutagalung Team Creative Agus, Very, Eka Rehulin, Onny Kresnawan Editor Andi Hutagalung Narattor Miranti Soejipto Hirctmann design cover Eric Murdianto illustrasi music Viktor Hutabarat “Horas Tano Batak”, Viki Sianipar, Kitaro “Silk Road”. Produksi film ini selama 7 hari, yang mengambil lokasi di Kota Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara.

Film ini diikut sertakan dalam Dokumentary Competition Dipenda Pemprov Sumut 2009 yang bekerjasama dengan Forum Jurnalis Medan berthemakan “Menggali Potensi Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Sumatera Utara”. Durasi 9 menit/ produksi copyright@2009,

Klik video http://www.youtube.com/watch?v=LVIqdOSgCpU.