Senin, 28 Juni 2010

FETIVAL FILM ANAK 2010

Workhsop FFA Medan 2010 “Tiga Hari Anak-anak Bikin Tiga Film…”
Medan, 28 Juni 2010

Di Kisi Workhsop Perfilman Anak/ Pelatihan Produksi Film FFA Medan 2010:
“Tiga Hari Anak-anak Bikin Tiga Film…”

Sungai Petani yang mengalir deras di sela-sela bongkahan batu-batu besar serasa seperti mesin ide yang sedang berputar tak berhenti mengiringi waktu. Tidak siang, tidak pula malam. Kehijauan alam dan kesejukan udara seperti nafas baru yang menumbuhkan inspirasi bagi tubuh-tubuh mungil dan sedang tertawa ceria yang terselip disela-sela batu-batu itu.

Siang itu, tidak lebih dari seratus anak dan puluhan remaja dari berbagai daerah di Sumatera Utara terlihat berkumpul di sepanjang bantaran dan pinggiran sungai, seakan-akan di kawasan itu sedang berlangsung konferensi tingkat tinggi yang diselenggarakan oleh anak-anak mereka di pusat pelatihan itu.

Sebagian anak tampak asyik dengan berbagai kegiatan outbond, sebagian lain tampak sedang berekreasi. Ada yang sedang menikmati tur wisuda Taman Kanak-kakak, ada pula yang sedang mengikuti pelatihan produksi film.

Di sebuah rumah panggung yang mirip villa, Dila, 13 tahun, seorang dari 30 anak yang baru saja sampai di lokasi itu tampak keheranan melihat anak-anak lain yang berada di sana. Maklumlah, dia baru pertama kali datang ke daerah itu. Siswi SMP ini bersama teman-temannya dikumpulkan di balai-balai ruang utama bangunan kayu itu.

Oleh Fasilitator, mereka diberi penjelasan tentang hak-hak mereka seperti hak mengutarakan pendapat, hak partisipasi, hak berekspresi, hak berkumpul, hak menggunakan waktu luang untuk bermain dan hak mengikuti kegiatan seni budaya. Selain itu, fasilitator juga mengajak anak-anak bercerita sambil memberikan penjelasan tentang potensi yang mereka miliki, semangat dan harapan mereka untuk meraih masa depan mereka yang lebih baik.

Memang, Training Center Sayum Sabah (TCSS) yang dikelola Bitra Indonesia ini merupakan tempat yang bertuah bagi anak-anak yang ada di Sumatera Utara, karena selain didukung fasilitas yang sangat memadai seperti aula, asrama, perpustakaan dan lokasi outbond, tempatnya juga sangat strategis, ramah lingkungan dan ramah anak. Bahkan, pohon-pohon dan tanaman-tanaman beraneka ragam yang ada di sana sudah diberinama secara ilmiah, sehingga anak-anak dapat belajar sambil bertamasya. TCSS ini terletak di Desa Sayum Sabah Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara, sekitar 60 km dari Kota Medan.

Maka tak salah Panitia Penyelenggara FFA Medan 2010 memilih lokasi tersebut untuk penyelenggaraan Workshop Perfilman Anak/ Pelatihan Produksi Film Festival Film Anak (FFA) Medan di tahun yang ketiga, 2010 ini.

Sekretaris Panitia Pengarah FFA Medan, Onny Kresnawan mengatakan, FFA Medan 2010 memberikan nuansa yang berbeda dengan dua kali penyelenggaraan FFA pada tahun-tahun sebelumnya.
“Pada FFA 2008 dan 2009, anak-anak tidak menginap, tetapi tahun ini atas izin tertulis dari orang tua dan pihak sekolah anak-anak menginap, sehingga waktu praktek dan sosialisasi sesama peserta bisa lebih banyak,” terang Onny yang juga fasilitator bersama Jufri Bulian Ababil pada kegiatan tersebut.

Selain itu kata Onny, suasana alam yang indah dan semangat senasib sepenanggungan selama kegiatan ini berlangsung menambah solidaritas sesama peserta, sehingga sangat membantu fasilitator mengarahkan anak untuk mampu bekerjasama dan saling membantu dalam sebuah produksi film.
Difa, 12 tahun juga adalah peserta workshop perfilman/ pelatihan produksi film FFA tahun ini yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Selain dia, masih ada beberapa teman seusianya seperti Rio, Suci dan Jon yang ikut berpartisipasi dalam pelatihan produksi film ini.

Sebagai narasumber antara lain, Eddy Sunarwan (Manager Office ILO North Sumatera) H. Amsyal (Ketua FKiF Sumut/ Direktur PT Widy Production) Andi Hutagalung, Wendy dan Eric Murdianto (Umatic Studio), Onny Kresnawan (merangkap pendamping/fasilitator) dan Jufri Bulian Ababil.

Semua materi perfilman dasar mulai dari belajar menulis naskah, menyusun story board, cara mengambil gambar, art/ makeup, menyunting film, manajemen perfilman hingga cara casting dan penyutradaraan semua mereka lahap dengan baik. “Saya senang kali lah, bisa belajar biar jadi sutradara terkenal,” kata Jon.

Sebelum masuk pada sesi Perfilman Anak sebagai Media Pencegahan Pekerja Anak dan Eksploitasi Anak di bidang Entertainment yang disampaikan oleh Manager ILO-IPEC Sumatera Utara, Edi Sunawaran, minat dan bakat anak kelihatannya sudah tergali secara sadar. Misalnya, sebagian anak dengan jelas menyatakan minatnya lebih pada penulis naskah, ada pula yang jadi juru kamera, ada pula yang ingin jadi editor.

Pada saat acara pembukaan, fasilitator menyuguhkan 3 film terbaik FFA 2008-2009, yakni film Andai Kutahu (Sani Pictures, Bekasi, Jabar), Baju Buat Kakek (Sawah Arta Film, Jawa Tengah) dan Coretan Liar (Sketsa 52, Medan). Setelah anak-anak nonton bersama, anak-anak diajak berdiskusi tentang ide-ide membuat film yang diangkat dari kehidupan mereka sehari-hari.

Setelah ide-ide mereka terkumpul, anak-anak diajak untuk menggambar ide-ide mereka sesuai dengan kaidah-kaidah pengambilan gambar, mereka selanjutnya diajak bermain dan memerankan cerita yang mereka buat sampai akhirnya menyunting bersama film yang sudah mereka produksi. Pada hari ketiga, sebelum penutupan, anak-anak sudah menonton film karya mereka sendiri.

Ketua Forum Komunikasi Insan Perfilman Sumatera Utara, H. Amsyal mengatakan, “Saat anak-anak datang menuju lokasi workhop saya ikut bersama mereka. Mereka diajak menonton. Tetapi yang membuat saya sangat terkesan, pada saat mereka pulang dari kegiatan workshop film itu mereka sudah menonton tiga film karya mereka,” ujar Amsyal yang juga Direktir PT Widy Production itu.

FFA adalah kegiatan yang telah berlangsung sejak 2008, yang digagas dan diselenggarakan bersama oleh Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) bekerjasama dengan komunitas film di Sumatera Utara yaitu Sineas Film Documentary (SFD), Komunitas Film 52 (Kofi’ 52), Medan Short Movie (MSM), Kensington Institute dan Independent Movie Maker Community (IMMC).

“Ini tahun ketiga FFA dilaksanakan. Sejak tahun 2008, kita telah memperlombakan sebanyak 47 film fiksi dan documenter karya partisipasi anak dari berbagai propinsi di Indonesia,” terang Jufri Bulian Ababil selaku ketua Panitia Penyelenggara.

Sejatinya, semua anak kreatif, dan dunia mereka adalah dunia yang penuh kreasi. Sehingga tidak perlu menggunakan tongkat ajaib atau lampu Aladdin untuk membuat anak-anak menjadi kreatif. Cukup dengan beberapa materi ringan tentang membuat film sudah cukup membekali anak untuk menjadi seorang sineas muda.

“Materi-materi yang bersifat cinematografi kita adaptasi terlebih dahulu menjadi muatan-muatan ringan, kemudian disisip ke dalam dunia anak-anak seperti bercerita, bernyanyi bersama, bermain bersama dan menggambar bersama. Itu terbukti sudah cukup membekali anak menjadi filmmaker yang sesuai dengan dunianya,” jelas Jufri.

Hal ini telah terbukti jelas dalam pelaksanaan Workhsop FFA 2010 yang berlangsung Selasa-Kamis, 22-24 Juni lalu itu. Kegiatan yang didukung oleh Yayasan Bitra Indonesia, PT. Widy Production, Umatic Studio, Delta FM, PWI Jakarta Raya dan Majalah Kabar Film itu hanya dalam waktu tidak kurang dari tiga hari telah menghasilkan dua film fiksi dan satu film documenter hasil kerjasama ketiga puluh peserta yang telah dibagi menjadi empat tim produksi itu.

Dituturkan Jufri, Bila tiga hari yang sebelumnya peserta FFA datang ke Sayum Sabah dan menonton tiga film terbaik FFA, maka tiga hari kemudian mereka telah menonton film mereka sendiri. Diharapkannya, tiga bulan ke depan hasil karya mereka akan mewarnai perfilman nasional.
“Abah berharap, tiga hari ini adik-adik dilatih menjadi penulis naskah, pemeran, sutradara, juru kamera, editor dan sebagainya, maka ingatlah hari ini, pada saat adik-adik menerima anugerah FFA 2010 pada tiga bulan mendatang,” tuturnya.

FFA merupakan Festival Film Anak pertama di Indonesia yang diikuti sineas anak dari sejumlah propinsi di Indonesia antara lain, Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jawa Timur yang memperlombakan film karya anak (usia 8-19 tahun) untuk kategori fiksi dan dokumenter.

Setelah usainya workshop FFA Medan 2010 ini FFA menerima film-film karya anak seluruh Indonesia hingga batas terakhir akhir 17 Agustus 2010. Film-film akan dipublikasikan dan diputar ke berbagai komunitas film jaringan FFA se-Indonesia. Puncaknya adalah malam penganugerahan FFA yang direncanakan akan digelar pada 21 Oktober mendatang.

“FFA pada dasarnya siap bekerjasama dengan berbagai jaringannya di seluruh Indonesia pihak untuk menggelar workshop di propinsi masing-masing, hanya saja masih perlu pematangan konsep, agar malam penganugerahannya tetap digelar di Medan, sesuai dengan sejarah FFA,” kata Direktur Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA), Ahmad Sofian, SH, MA.*** (Abah Jufri)