Selasa, 11 November 2008

INDUSTRI PERFILMAN MEDAN MASIH MENJANJIKAN

Minggu, 2008-08-24 11:03:13Wib

Industri perfilman di Kota Medan dinilai masih cukup prospektif. Yang perlu dilakukan adalah melengkapi fasilitas,seperti alat membuat film komersial yang masih belum memadai.

’’Kami masih belum mempunyai alat yang memadai seperti di Jakarta. Saat ini kami memakai alat apa adanya dan melahirkan film indie (independen). Namun,dari sisi konsep skenario yang dimainkan dalam film itu sudah cukup baik,” ujar Humas Medan Short Movie (MSM) Erik Murdianto kemarin.

MSM merupakan komunitas pembuat dan penggemar film karya anak Medan.Komunitas ini dimaksudkan untuk mencari sineas baru yang diharapkan akan melahirkan karya- karya yang lebih variatif. MSM terbentuk pada 2005 atas prakarsa Andre Gimbal, Roy Pohan,dan kawan-kawan.

Organisasi ini vakum hingga akhirnya aktif lagi pada 2007 lalu.MSM sudah memproduksi sejumlah film indie,seperti Untitled, Jadi Masalah, Aku Ingin Sekolah Lagi, Pesan dari Balik Kerudung, Surat Dian, yang diproduksi Kensington School.Film ini sering diputar pada acara Nonton Bareng Komunitas Film Medan, seperti yang diselenggarakan pada Jumat (22/8).

’’MSM ini lebih kepada komunitas pemutar film. Jadi, setiap orang yang memiliki karya film akan kami putar di sini untuk dibedah guna mencari kira-kira apa yang diperlukan untuk memperbaiki film tersebut. Meski demikian, pada intinya MSM mendukung kreativitas sineas,”ungkapnya.

Dunia film independen Medan awalnya muncul dari hasil kreativitas dan kritik sosial anak muda yang merasa perlu diungkapkan sebagai wujud perhatian mereka terhadap lingkungan sosial masyarakat. Seiring berjalannya waktu, arah dunia film tersebut berubah ke arah kreativitas yang semakin kaya oleh pemikiran baru.

Menurut Erik, untuk pembuatan film bersifat komersial, selain keberadaan stasiun televisi lokal yang belum berkembang, Medan juga belum mempunyai alat serta dana yang potensial untuk membuat karya-karya film yang lebih berkualitas. Padahal, dari sisi perkembangan sumber daya atau lembaga- lembaga yang siap untuk melahirkan pembuat film yang menarik sudah ada. Saat ini Medan sudah memiliki rumah produksi yang cukup.Dari segi pendidikan juga terdapat beberapa lembaga pendidikan Sinematografi Kensington School.

’’Selama ini pembuatan film masih terbatas alat dan dana, bujet untuk menghasilkan karya film itu sendiri masih dikeluarkan dengan jumlah yang minim dengan peralatan seadanya,”ungkapnya. Dia mengungkapkan, untuk lebih memajukan industri film di Medan perlu dilakukan kegiatan-kegiatan,seperti festival dan nonton bareng.

’’Kami sering tukaran film dengan Konfiden (Komunitas Film Pendek) yang dimotori Mira Lesmana dan Riri Reza, juga Kinoki dan Full Colour di Yogyakarta,yang secara tidak langsung berpotensi membuka peluang bagi pembuat film itu sendiri,” papar pria yang punya usaha fotografi, videografi, dan desain grafis ini.

Andi Galung, pengurus KOFi 52 - salah satu komunitas pembuat film Medan - menambahkan, masyarakat harus berperan aktif mengembangkan sinema lokal agar film Medan lebih maju. ’’Paling tidak, masyarakat mau menonton film-film karya anak Medan. Masyarakat pasti akan menilai kualitas film-film produksi lokal yang tidak kalah bagus dibanding daerah lain,”pungkasnya.